Benturan
kebudayaan sebagai dampak dari globlisasi membuat semua bangsa di dunia semakin
diuji. Di Indonesia, generasi rentan mengalami keterpengaruhan budaya dan
enggan mempelajari sejarah dan akar budaya sendiri. Kepribadian dan kebanggaan
sebagai bangsa Indonesia semakin hilang dan digantikan kekaguman dengan dengan
bangsa lain.
Pdahal sebagai
bangsa yang besar, Indonesia haruslah menjadi Negara yang bisa menampilkan
kebesaran dan jati dirinya di pentas dunia. Pintu masuk bisa melalui
pendidikan. Sekolah yang selama ini menjadi tempat uatma membentuk wawasan
mengenai bangsa. Tugas sekolah bukan hanya mengajarkan siswa tentang moralitas
yang baik, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga mendidik
dan membentuk kepribadian siswa sebagai orang Indonesia.
Tak bisa
dipungkiri, dewasa ini tantangan untuk membentuk kepribadian ini semakin besar.
Penetrasi teknologi yang massif membuat Indonesia menjadi sasaran pelbagai
macam “jualan” dari bangsa lain. Parahnya lagi, berbagai dinamika dari given
condition Indonesia sebagai bangsa mejemuk, Negara yang kaya sumber daya alam,
tetapi sumber daya manusainya tertinggal yang selalu mendapat tarikan-tarikan
kepentingan global.
Bapak-bapak
bangsa kita juah-jauh telah mengingatkan cara yang efektif untuk membangun
integritas dan kepribadian bangsa. Pada Orde Lama diupayakan melalui
indoktrinasi dengan materi Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi) yang
meliputi Pancasia, UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, Manifesto Politik, dan Kebudayaan Indonesia. Di era Orde Baru
melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Sayang, keduanya
masih kurang berperan dan masih kurang membumi karena penekanannya terasa
sangat utopis dan periodek.
Saya rasa,
disinilah peran pelajaran sejarah. Di Negara-negara maju seperti Amerika
serikat dan banyak Negara di Eropa, pemerintah mengandalkan pengajaran sejarah
di sekolah sampai ke perguruaan tinggi untuk menyosialisakan nilai-nilai utama Negara
yang disebutkan dalam Declaration of Indepedensi, liberalism,, freedom of tought
(kebebasan berpikir), demokrasi, serta perjalanan sosial, politik, budaya,
ekonomi, hankam negara bangsanya, para pahlawan bangsa ditampilkan dalam
pelajaran sejarah serta berbagai ideologinya, alih-alih hanya kisah hidupnya. Sikap-sikap
luhurnya dan karya-karya besarnya yang menjadi warisan dan bagi peradaban
bangsa mereka.
Negara-negara
lain, seperti Tiongkok dan Jepang, juga menerapkan pola serupa melalui
pelajaran sejarah disekolah untuk menanamkan nilai-nilai utama masyarakat
mereka masing-masing, bahkan di Jerman sejak taman kanak-kanak berupa dongeng
sampai pendalaman di pascasarjana. Penyajiannya tak menekankan siswa untuk
menghapal peristiwa, tanggal dan tempat kejadian. Tetapi, substansi dan latar
belakang terjadinya suatu peristiwa dan penonjolan nilai-nilai luhurnya.
Hal ini dipahami
pelajaran sejarah itu mengandung dimensi pendidikan ideology, politik, moral,
dan etika. Hal ini efektif, karena ideology adalah endapan dari nilai-nilai
utama sejarah yang kemudian mengkristal mewujud menjadi jalan hidup suatu
bangsa.
Kesimpulan
Belajarlah dari
masa lalu, kata orang bijak. Sejarah bukan hanya masa lalu. Sejarah bisa sangat
efektif membentuk karakter suatu bangsa. Sejarah adalah karakter suatu bangsa. Sejarah
adalah sumber sah mewujudnya ideologi suatu negara dan bangsa. Kita telah
memilikinya, yaitu sejarah panjang negara besar ini, melewati kurun waktu
sangat lama dengan peristiwa besar, kaya dengan tokoh yang memiliki kandungan
pelajaran akan teladan serta nilai-nilai luhur, yang akan memperkuat
kepribadian kita sebagai bangsa, guna membekali bangsa ini bertransformasi
menjadi negara bangsa yang besar, maju, modern yang tetap berciri Indonesia. Selama
ini, kita hanya kurang piawai mengekspos sejarah besar Indonesia untuk bisa
menginspirasi jalannya bangsa ini. Pelajaran sejarah memang tak boleh kering
dan dingin. Materinya harus menarik dan mengangkat nilai-nilai luhur yang akan
menjadi nilai-nilai utama kehidupan bangsa ini. Bangsa yang tak mampu menghayati
dan memetik pelajaran dari sejarah dan masa lalunya, akan dihukum di perjalanan
sejarah bnerikutnya dengan mengalami kembali kepahitan masa lalunya.
Ditulis oleh : Akhmad Damiri, S.Pd
Sumber Tulisan : Radar Banjarmasin,
14 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar