Sabtu, 12 November 2016

OPINI PENDIDIKAN "Guru VS Orang Tua Siswa"



“Guru VS Orang Tua Siswa”*

Beberapa waktu lalu tepatnya ditahun 2015 dunia pendidikan Indonesia sempat dihebohkan dengan dilaporkannya ke kepolisian seorang guru Biologi yang mengajar di sebuah SMP swasta dengan tuduhan telah melakukan tindak kekerasan yaitu telah mencubit siswanya yang merupakan anak seorang Polisi. Tidak lama setelah kejadian tersebut pada bulan Februari 2016 terjadi lagi kasus serupa yang menimpa seorang guru SMP di daerah Sidoarjo, guru tersebut juga dilaporkan ke kepoilisian, kali ini yang merasa jadi korban kekerasan adalah anak seorang anggota TNI. Yang teranyar, dunia pendidikan Indonesia kembali gempar. Baru-baru ini terjadi lagi tindak kekerasan, akan tetapi yang menjadi korbannya adalah seorang guru SMK di Wilayah Makassar. Beliau pukuli oleh siswa dan orang tuanya.
Sungguh ironis memang, seakan-akan posisi seorang guru saat ini hanya sebagai pelengkap dunia pendidikan. Gerak-geriknya saat ini sangat diawasi. Setiap tindakannya yang sebenarnya adalah dengan tujuan mendidik malah dijadikan alasan oleh orang tua siswa agar bisa menjerat guru tersebut ke ranah hokum, bahkan dijadikan alasan untuk menganiayanya secara fisik.
Apa yang sebenarnya terjadi saat ini? Apakah tidak ada lagi rasa segan dan hormat soerang siswa maupun orang tuanya kepada guru? Kenapa begitu mudahnya mereka mengambil kesimpulan bahwa tindakan guru yang memberi hukuman kepada siswa adalah suatu kriminalitas?
Pada tahun delapan puluhan berita-berita tentang kekerasan di dunia pendidikan hamper-hampir tidak pernah terdengar. Padahal saat itu cara guru dalam mendidik siswa lebih keras dibanding sekarang. Yang namanya pukulan dengan rotan, pukulan dengan penggaris kayu, dijewer, dicubit bahkan dijemur itu adalah hal yang biasa dan tidak perhal hal-hal tersebut menjadi sebuah permasalahan.
Terbalik dengan keadaan sekarang, jangankan dipukul dengan rotan atau dengan penggaris kayu, dicubit dan atau di jewer kupingnya saja anak-anak jaman sekarang sudah lapor dengan orang tua dan mengadu sudah diperlakukan tidak pantas oleh guru. Ironisnya lagi orang tuanya saat ini malah membela anaknya habis-habisan yang pada akhirnya terjadilah tindak kekerasan terhadap guru.
Moralitas anak-anak sekarang nampaknya sudah tergerus dengan kemajuan zaman. Budi pekerti yang baik saat ini tidaklah penting lagi. Rasa hormat kepada guru bukan lagi nomor satu. Hak Azasi Manusia alias HAM itulah sekarang yang diagung-agungkan. Jika dianggap melanggar HAM maka harus di tuntut ke meja hijau.
Saat ini guru merasakan ketidaknyamanannya dalam melaksanakan tugasnya. Selalu ada perasaan was-was yang menyelimuti hati mereka. Kebebasan dalam mendidik anak sudah hilang. Dampak dari semua ini sebenarnya adalah terhadap anak didik itu sendiri. Moral anak didik akan semakin tidak terkontrol. Lihatlah pemberitaan di media sosial, banyak diberitakan anak-anak sekolah yang merokok di dalam kelas, memakai obat-obatan terlarang, membolos, bahkan banyak yang tawuran.
Ditambah lagi kemajuan di dunia teknologi yang semakin tidak terbendung, segala jenis informasi dan tayangan yang tidak sepantasnya dipertontonkan sangat mudah untuk di akses. Seharusnya kemajuan teknologi tersebut dimanfaatkan ke hal-hal yang positif. Akan tetapi sekali lagi dikarenakan kebebasan guru dalam mendidik seakan dikebiri sehingga guru tidak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki akhlak dan moral anak-anak bangsa ini, akibatnya kebobrokan moral makin menjadi-jadi.
Keadaan seperti sekarang ini mengakibatkan para guru menuntut adanya undang-undang perlindungan terhadap guru yang mampu melidungi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Dasar hukum ini diperlukan agar guru saat melaksanakan tugasnya dan dapat bekerja secara optimal tanpa adanya rasa khawatir terjerat ancaman hukum, sehingga siswa dapat terdidik dengan baik.
Undang-undang perlindungan guru sebenarnya sudah ada sejak tahun 2005. UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen sudah mengatur tentang perlindungan guru dalam melaksanakan tugasnya. Pada pasal 39 UU No.14 tahun 2005 menerangkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan yang dimaksud meliputi perlindungan hukum, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan hukum yang dimaksud termasuk perlindungan terhadap tindak kekerasan, perlakuan diskriminatif, intimidasi, ancaman, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi maupun pihak lainnya.
Dasar hukum ini sebenarnya sangat kuat karena sudah dalam bentuk undang-undang. Akan tetapi saat ini guru masih banyak yang belum mengetahui undang-undang tersebut, sehingga mereka masih takut dan ragu-ragu dalam bertindak saat melakukan tugasnya.
Selain adanya payung hukum yang mampu melindungi guru, sebenarnya peran sekolah untuk menjalin kerjasama yang bagus antara guru dengan orang tua siswa juga sangat diperlukan. Misalnya saja saat dimulainya tahun ajaran baru seluruh orang tua siswa diundang ke sekolah, kemudian sekolah menjelaskan hal-hal yang menjadi kewajiban siswa dan hal-hal yang menjadi hak siswa terutama yang menyangkut hubungannya dengan guru.
Jika hal tersebut sudah dilaksanakan maka komunikasi antara guru dan orang tua siswa akan terjalin. Dalam hal ini orang tua siswa juga mengharapkan guru agar lebih pro aktif menjalin komunikasi dengan mereka, jika terjadi suatu insiden terhadap siswa maka diharapakan guru bisa sesegera mungkin memberitahukan kepada mereka sebelum anaknya sendiri yang membertahukan ke orang tuanya. Hal ini akan mampu mencegah terjadinya kesalahpahaman.
Kepada orang siswa juga perlu diingatkan bahwa pendidikan anak sesungguhnya ada dilingkungan rumah. Di sekolah guru hanya memiliki beberapa jam saja untuk membantu mendidik, sedangkan saat di rumah orang tua siswa lebih banyak memiliki waktu untuk mendidik anak-anak mereka tentunya.
Jika dasar hukum perlindungan terhadap guru ini dipahami oleh guru dan  seluruh lapisan masy arakat, sekolah berperan serta dalam memfasilitasi terjalinnya komunikasi antara guru dengan orang tua siswa, kemudian guru juga lebih pro aktif menjalin komunikasi tersebut dengan orang tua siswa sehingga mampu memecahkan masalah secara bersama-sama, dan adanya kemauan orang tua siswa itu sendiri dalam mendidik anaknya di rumah maka yakinlah kekerasan terhadap guru seperti kasus-kasus yang saat ini ramai dibicarakan tidak akan pernah terjadi, dan hal-hal yang tidak diinginkan akan dapat di minimalisir bahkan dihindari.

*Opini ditulis saat Lomba Penulisan Opini tingkat Kota Banjarbaru khusus untuk guru dan mendapatkan nominasi sebagai Juara I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar