“Guru
VS Orang Tua Siswa”*
Beberapa waktu lalu tepatnya ditahun
2015 dunia pendidikan Indonesia sempat dihebohkan dengan dilaporkannya ke
kepolisian seorang guru Biologi yang mengajar di sebuah SMP swasta dengan
tuduhan telah melakukan tindak kekerasan yaitu telah mencubit siswanya yang
merupakan anak seorang Polisi. Tidak lama setelah kejadian tersebut pada bulan
Februari 2016 terjadi lagi kasus serupa yang menimpa seorang guru SMP di daerah
Sidoarjo, guru tersebut juga dilaporkan ke kepoilisian, kali ini yang merasa
jadi korban kekerasan adalah anak seorang anggota TNI. Yang teranyar, dunia
pendidikan Indonesia kembali gempar. Baru-baru ini terjadi lagi tindak
kekerasan, akan tetapi yang menjadi korbannya adalah seorang guru SMK di
Wilayah Makassar. Beliau pukuli oleh siswa dan orang tuanya.
Sungguh ironis memang, seakan-akan
posisi seorang guru saat ini hanya sebagai pelengkap dunia pendidikan.
Gerak-geriknya saat ini sangat diawasi. Setiap tindakannya yang sebenarnya
adalah dengan tujuan mendidik malah dijadikan alasan oleh orang tua siswa agar
bisa menjerat guru tersebut ke ranah hokum, bahkan dijadikan alasan untuk
menganiayanya secara fisik.
Apa yang sebenarnya terjadi saat ini?
Apakah tidak ada lagi rasa segan dan hormat soerang siswa maupun orang tuanya
kepada guru? Kenapa begitu mudahnya mereka mengambil kesimpulan bahwa tindakan
guru yang memberi hukuman kepada siswa adalah suatu kriminalitas?
Pada tahun delapan puluhan berita-berita
tentang kekerasan di dunia pendidikan hamper-hampir tidak pernah terdengar.
Padahal saat itu cara guru dalam mendidik siswa lebih keras dibanding sekarang.
Yang namanya pukulan dengan rotan, pukulan dengan penggaris kayu, dijewer, dicubit
bahkan dijemur itu adalah hal yang biasa dan tidak perhal hal-hal tersebut
menjadi sebuah permasalahan.
Terbalik dengan keadaan sekarang,
jangankan dipukul dengan rotan atau dengan penggaris kayu, dicubit dan atau di
jewer kupingnya saja anak-anak jaman sekarang sudah lapor dengan orang tua dan
mengadu sudah diperlakukan tidak pantas oleh guru. Ironisnya lagi orang tuanya
saat ini malah membela anaknya habis-habisan yang pada akhirnya terjadilah
tindak kekerasan terhadap guru.
Moralitas anak-anak sekarang nampaknya
sudah tergerus dengan kemajuan zaman. Budi pekerti yang baik saat ini tidaklah
penting lagi. Rasa hormat kepada guru bukan lagi nomor satu. Hak Azasi Manusia
alias HAM itulah sekarang yang diagung-agungkan. Jika dianggap melanggar HAM
maka harus di tuntut ke meja hijau.
Saat ini guru merasakan ketidaknyamanannya
dalam melaksanakan tugasnya. Selalu ada perasaan was-was yang menyelimuti hati
mereka. Kebebasan dalam mendidik anak sudah hilang. Dampak dari semua ini
sebenarnya adalah terhadap anak didik itu sendiri. Moral anak didik akan
semakin tidak terkontrol. Lihatlah pemberitaan di media sosial, banyak
diberitakan anak-anak sekolah yang merokok di dalam kelas, memakai obat-obatan
terlarang, membolos, bahkan banyak yang tawuran.
Ditambah lagi kemajuan di dunia
teknologi yang semakin tidak terbendung, segala jenis informasi dan tayangan
yang tidak sepantasnya dipertontonkan sangat mudah untuk di akses. Seharusnya
kemajuan teknologi tersebut dimanfaatkan ke hal-hal yang positif. Akan tetapi
sekali lagi dikarenakan kebebasan guru dalam mendidik seakan dikebiri sehingga
guru tidak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki akhlak dan moral anak-anak
bangsa ini, akibatnya kebobrokan moral makin menjadi-jadi.
Keadaan seperti sekarang ini
mengakibatkan para guru menuntut adanya undang-undang perlindungan terhadap
guru yang mampu melidungi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Dasar hukum ini
diperlukan agar guru saat melaksanakan tugasnya dan dapat bekerja secara
optimal tanpa adanya rasa khawatir terjerat ancaman hukum, sehingga siswa dapat
terdidik dengan baik.
Undang-undang perlindungan guru
sebenarnya sudah ada sejak tahun 2005. UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen sudah mengatur tentang perlindungan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Pada pasal 39 UU No.14 tahun 2005 menerangkan bahwa pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan
perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Perlindungan yang dimaksud meliputi
perlindungan hukum, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan hukum yang dimaksud
termasuk perlindungan terhadap tindak kekerasan, perlakuan diskriminatif,
intimidasi, ancaman, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi maupun pihak lainnya.
Dasar hukum ini sebenarnya sangat kuat
karena sudah dalam bentuk undang-undang. Akan tetapi saat ini guru masih banyak
yang belum mengetahui undang-undang tersebut, sehingga mereka masih takut dan
ragu-ragu dalam bertindak saat melakukan tugasnya.
Selain adanya payung hukum yang mampu
melindungi guru, sebenarnya peran sekolah untuk menjalin kerjasama yang bagus
antara guru dengan orang tua siswa juga sangat diperlukan. Misalnya saja saat
dimulainya tahun ajaran baru seluruh orang tua siswa diundang ke sekolah,
kemudian sekolah menjelaskan hal-hal yang menjadi kewajiban siswa dan hal-hal
yang menjadi hak siswa terutama yang menyangkut hubungannya dengan guru.
Jika hal tersebut sudah dilaksanakan
maka komunikasi antara guru dan orang tua siswa akan terjalin. Dalam hal ini
orang tua siswa juga mengharapkan guru agar lebih pro aktif menjalin komunikasi
dengan mereka, jika terjadi suatu insiden terhadap siswa maka diharapakan guru
bisa sesegera mungkin memberitahukan kepada mereka sebelum anaknya sendiri yang
membertahukan ke orang tuanya. Hal ini akan mampu mencegah terjadinya
kesalahpahaman.
Kepada orang siswa juga perlu diingatkan
bahwa pendidikan anak sesungguhnya ada dilingkungan rumah. Di sekolah guru
hanya memiliki beberapa jam saja untuk membantu mendidik, sedangkan saat di rumah
orang tua siswa lebih banyak memiliki waktu untuk mendidik anak-anak mereka
tentunya.
Jika dasar hukum perlindungan terhadap guru ini
dipahami oleh guru dan seluruh lapisan
masy arakat, sekolah berperan serta dalam memfasilitasi terjalinnya komunikasi
antara guru dengan orang tua siswa, kemudian guru juga lebih pro aktif menjalin
komunikasi tersebut dengan orang tua siswa sehingga mampu memecahkan masalah
secara bersama-sama, dan adanya kemauan orang tua siswa itu sendiri dalam
mendidik anaknya di rumah maka yakinlah kekerasan terhadap guru seperti
kasus-kasus yang saat ini ramai dibicarakan tidak akan pernah terjadi, dan
hal-hal yang tidak diinginkan akan dapat di minimalisir bahkan dihindari.*Opini ditulis saat Lomba Penulisan Opini tingkat Kota Banjarbaru khusus untuk guru dan mendapatkan nominasi sebagai Juara I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar